Marketing Strategy, apakah masih relevan? Part 1.

19.43




Baru-baru ini saya melihat flyer 2 kawan lama saya Ricky dan Sasa akan berdiskusi via Instagram Live, membahas mengenai Marketing Strategy. Saya kira ini topik yang menarik, paling tidak refreshing buat orang Marketing, setelah kita dibombardir berita tentang Politik, Covid dan kerusuhan rasial di negeri Paman Sam.

Saya langsung ambil catatan, mencoba meresapi dan membagi diskusi yang dilakukan oleh mereka berdua via blog ini.

Kalau kita sebagai praktisi, banyak hal mendasar atau basic yang mungkin terlewatkan dalam proses management sehari-hari, ibarat bermain sepak bola kita sering dituntut untuk mengambil keputusan dalam sepersekian detik, apakah mau tembak langsung ke gawang lawan atau digocek dulu.

Dalam situasi tersebut kadang teori itu seperti kilatan-kilatan cahaya di otak, kita mungkin tidak mempertimbangkan sampai sangat detail, tapi insting kita yakin bahwa ini sudah benar.

Jadi makhluk apa itu Strategi Marketing?

Umumnya Marketers/praktisi marketing dan bisnis, akan memulai dari sangat dasar. Bagi yang sudah mapan, banyak hal basic yang akan diskip, tetapi bagi pemula dasar-dasar ini harus benar dan kokoh. Ibarat membangun rumah, pijakannya harus kuat jika tidak rumahnya bisa roboh.

1. Mulai dari konsep, bukan produk. WHY?




Saya rasa diskusi dengan Bung Ricky, Global Marketing Director Mayora Group, ini sangat-sangat menarik. Rata-rata kita akan berpikir produk apa yang bisa kita jual saat memulai bisnis dan baru kemudian memikirkan konsepnya. Ini cara berpikir yang kurang tepat.

Seharusnya yang kita pikirkan lebih dulu adalah konsepnya, try to question yourself:

- Mengapa produk ini harus lahir di dunia? Apakah orang-orang membutuhkannya? Apakah worth it?  Bergunakah waktu yang kita habiskan untuk menjual produk ini? Why should we care?

- Kalau konsep dari produk ini sudah bagus banget, tentu konsumen akan berpikir, "Wah boleh juga ini"....ini sudah pijakan pondasi awal yang bagus.

- Teori Simon Sinek: "Starting With Why?" bisa ditonton, jika ingin tahu lebih dalam mengenai how to question yourself. Klik linknya di sini SimonSinekTED saat Simon berbicara di forum TED.



2. HOW?

Setelah kita memiliki konsep yang bagus, dan yakin konsep kita ini ada yang membutuhkannya, kita masuk bagian berikutnya siapa dan bagaimana?

Bayangkan, misalkan kita masuk ke pasar, terlihat sangat semrawut, banyak orang berlalu lalang dengan segala macam kepentingan, keinginan, dengan umur yang berbeda-beda, naik kendaraan yang berbeda.

Orang-orang marketing memiliki cara supaya orang-orang di pasar yang ruwet dan semrawut tadi bisa lebih terstruktur lebih mudah dipahami.


2.1. SEGMENTASI: Membagi-bagi orang-orang tersebut dalam segmen (grup) dengan ciri/karakteristik yang mirip.




A. Cara paling mudah dilakukan adalah: dibagi berdasarkan DEMOGRAFI (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, etnis/suku) dan GEOGRAFI (Lokasi tempat tinggal, kota, negara, desa, kota, pegunungan, pantai, dll).

Teori ini paling mudah dipahami sebenarnya, contoh: mayoritas orang yang berumur sama cenderung memiliki karakteristik yang mirip, mirip loh ya bukan sama. Misalnya anak-anak usia sekolah (GEN Z), tentu cenderung akan mengkonsumsi barang yang sama misal jasa pendidikan, alat tulis, dan game hiburan.  Meskipun ada juga yang tidak ke sekolah, cuma homeschooling, atau mengkonsumsi game yang berbeda, dll.



B. PSIKOGRAFI. Namun pembagian segmen berdasarkan demografi ini kadang tidak cukup, banyak juga orang yang umurnya tua misalnya Gen X (umur 55 - 41) tapi kelakuan seperti anak Milenial (umur 40 - 26 tahun).

Maka dikembangkan teori Psychographic yang membagi segmen berdasarkan beberapa faktor di bawah ini
- Personality traits, Values, Attitudes, Interests, Lifestyles, Psychological influences, Subconscious and conscious beliefs, Motivations, Priorities.

Ini lebih rumit, dan riset standar kadang tidak cukup untuk mengungkap mereka karena banyak yang malu atau memang tidak mau membagi motivasi mereka dalam hidup misalnya, atau nilai-nilai yang mereka anut (ada yang religius ada yang hedon banget, dll.)

Tapi pointnya adalah, psikografi ini lebih bisa membedah lebih detail konsumen apapun demografi yang mereka miliki. Maka akan bisa dipahami jika contoh. sebuah komunitas fotografi, bisa memiliki anggota mulai remaja umur 18 tahun sampai orang dewasa usia 50 tahun. Usianya boleh beda, tapi minatnya sama fotografi.




C. Pembagian Segmen berdasarkan Perilaku Konsumen. Nah, psikografi pun dirasa kurang pas dalam situasi tertentu, atau tidak bisa menjelaskan spesifik tipe konsumen, apalagi di era digital ini. Maka berkembanglah teori segmentasi berdasarkan kebiasan-kebiasaan konsumen:


C.1. Status pelanggan
Meskipun sepele tapi penting, karena budget marketing bisa diarahkan dengan lebih efisien.

Beberapa status pelanggan yang bisa dipetakan:
a. Bukan pelanggan
b. Prospek
c. Pembeli pertama/coba-coba beli
d. Konsumen loyal
e. Konsumen yang pindah ke produk/brand lain
 
Perlakuan baik strategi maupun taktik kepada masing-masing segmen berdasarkan status konsumen ini juga akan berbeda-beda, misal untuk yang masih tahap prospek akan ditawarkan garansi lebih, tambahan bonus, dll untuk menarik mereka. Untuk konsumen loyal bisa melibatkan mereka dalam komunitas brand, dll.

C.2. Spending/purchasing habits
Hal ini bisa dilihat lebih detail jika kita memiliki channel penjualan online, konsumen kita akan terbagi secara natural mana yang yang mau berbelanja barang full price asalkan kualitasnya bagus, tapi ada juga yang bereaksi ketika kita memberikan potongan harga/diskon.

Masih banyak lagi pembagian segmen pasar berdasarkan "Perilaku Konsumen" yang bisa dibahas seperti berdasarkan seasonal buying: belanja saat lebaran dan tahun baru, dll.




D. TARGETING & POSITIONING

D.1. TARGETING
Secara definisi yang lebih mudah, Targeting adalah proses memilih target segmen yang ingin dituju. Sebagai contoh Apple Computer memilih segmen konsumen yang terdidik, memiliki daya beli kuat, lifestyle modern kaum urban, dan menyukai kepraktisan. Begitu juga dengan wafer Beng-Beng dari Mayora memilih segmen anak muda gaul, tinggal di perkotaan dengan gaya cool ala anak muda Gen Milenial dan Gen Z.

D.2. POSITIONING
Setelah segmen yang dituju sudah jelas, maka posisikan brand atau produk sesuai dengan segmen tersebut. Misalnya Beng-beng ya harus ada di posisi anak-anak muda targetnya: harga terjangkau, bisa dibeli di minimarket, tonality iklan yang konsisten menunjukkan anak muda, kemasan yang fun and cool, dll.

Positioning sifatnya long term, jadi sebaiknya tidak perlu diutak atik terlalu sering, sedangkan differensiasi ini yang bisa kita rubah sesuai kebutuhan, sifatnya lebih tactical.

Contoh gambar di atas adalah bagaimana Brand-brand Fashion dunia memposisikan dirinya, perbedaan harga dan style akan secara otomatis menyesuaikan dengan segmen yang dituju, Misalnya UNIQLO, akan selalu memposisikan dirinya sebagai brand fashion dengan harga terjangkau, stylish, cutting basic yang tidak terlalu heboh seperti Haute Couture, bisa digunakan oleh semua orang. Positioning ini penting karena ini yang ibaratnya menjadi semacam panduan virtual di dalam kepala konsumen, ketika dia akan memutuskan untuk membeli brand tertentu.

PRODUK ada di PABRIK, tetapi BRAND berada di HATI dan PIKIRAN konsumen.

 
Simak Part 2 lanjutan Marketing Strategy dan juga untuk bagian tactical.


Stay Tuned.

You Might Also Like

0 komentar