PERSONAL BRANDING REVISITED VOL. 1
22.36Hari ini, kebetulan diundang oleh rekan-rekan Universitas Multimedia Nusantara (UMN) di kawasan Gading Serpong, untuk sharing mengenai topik personal branding dengan teman-teman mahasiswa jurusan Film dan Desain Komunikasi Visual (DKV) yang saat ini sedang dalam masa tugas akhir dan penulisan skripsi. Kampus yang sejuk dengan fasilitas lengkap ini, sangat menyenangkan untuk belajar dan bertukar ilmu.
Personal Branding ini sebenarnya materi yang sudah lama ingin ditulis dan
dikaji lebih dalam, karena setelah berpuluh tahun menjadi praktisi, lebih
banyak berkutat dengan corporate branding.
Sebelum masuk ke materi tersebut, sebaiknya kita lihat terlebih dahulu
bagaimana situasi bisnis saat ini. Menjelang revolusi Industri ke-4, saat
ini semua berjalan dengan cepat, dimana teknologi membuat banyak perubahan
dalam kehidupan dan bisnis masyarakat. Evolusi dari Era Visual (jaman
pra-sejarah dimana komunikasi jarah jauh dilakukan melalui sinyal asap
maupun merpati pos) sampai penemuan telepon untuk pertama kalinya tahun
1876, membutuhkan rentang waktu sekitar 400 tahunan. Namun setelah
penemuan mobile phone di tahun 1970-an sampai era sekarang, hanya perlu 40
tahunan untuk merubah sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Anak-anak generasi millennial yang lahir antara tahun 1980 – 2000,
mengalami percepatan yang luar biasa dalam berkomunikasi dan mempelajari
pengetahuan. Di zaman sebelumnya, sebelum era internet, jika kita ingin
melihat gajah Afrika, paling tidak kita harus menunggu acara flora dan fauna
ataupun membeli majalah National Geographic atau bahkan harus terbang ke
benua Afrika untuk melihat bentuk gajah Afrika. Anak Generasi Y atau
Millenial tidak memerlukan hal tersebut, cukup buka hp, semua sudah tersaji.
Hal yang mungkin tidak terbayangkan 20-30 tahun yang lalu.
Anak-anak kuliah yang baru lulus ini, akan menghadapi tantangan yang berat, karena kehidupan di kampus yang
nyaman akan sangat berbeda dengan kehidupan di dunia nyata yang keras dan
kompetitif. Tahun 2020 - 2040, Indonesia akan bersiap-siap menghadapi bonus
demografi, jika pemerintah bisa mengantisipasi dengan menyediakan lapangan
pekerjaan dan mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi, maka anak-anak muda
Indonesia akan mampu melewatinya dan kita akan menjadi bangsa yang besar.
Bonus demografi ini adalah sebuah kondisi dimana jumlah penduduk usia
produktif (usia 15 – 64 tahun) akan lebih besar dibandingkan jumlah penduduk
usia non produktif ( < 14 tahun dan kaum lanjut usia > 65 tahun).
Nah, di era yang sangat kompetitif ini, personal branding sangat
dibutuhkan, karena ini adalah ilmu dasar yang digunakan untuk bertarung dan
menjadi yang terbaik di bidang masing-masing. Inti dari personal branding
ini adalah bagaimana diri kita bisa memiliki value yang unik yang terdiri
dari kombinasi personality dan etika yang baik, skill yang mumpuni serta dan
pengalaman yang cukup. Personal Brand juga bisa didefinisikan lebih ringkas
dari quote Jeff Bezos, CEO Amazon: “Branding is what people say about you,
when you are not in the room”
Mungkin definisi di atas, sangat mudah dipahami. Namun, kondisi yang
terjadi di hampir banyak perusahaan dan masyarakat/mahasiswa secara umum
adalah:
1. Hanya beberapa perusahaan/perorangan yang “sadar” apa sebenarnya brand
mereka.
2. Apa yang diperjuangkan serta cita-cita brand tersebut.
3. Apa yang membuatnya unik.
Selain itu, problem komunikasi juga menjadi salah satu kendala besar di
jaman sekarang. Karena percepatan kemajuan teknologi komunikasi, juga
membuat “noise” yang masif
sehingga brand identity yang ingin dibangun, diterima serta dipahami dengan
sangat berbeda oleh target yang dituju. Contoh paling nyata terlihat dari
hiruk pikuk pemilihan presiden di 2019, kampanya satu calon selalu
dipatahkan oleh calon lain dengan “noise” dan bahkan dengan hoax yang sangat masif, sehingga receiver (target pemilih sebagai penerima
pesan) menjadi bingung. Kondisi yang tidak hanya terjadi di Indonesia ini,
juga terjadi di pemilu Amerika, Brazil, Rusia, Malaysia, dll. dinamakan
dengan istilah “Post Truth”.
Pada saat saya mengambil gelar master di Inggris, referensi yang dipakai
adalah Brand Prism, Brand Identity model yang dibuat oleh Jean Noel
Kapferer. Metode ini sangat mudah dipahami, dan bisa menjadi rujukan yang
mudah diaplikasikan untuk orang yang awam mengenai ilmu Branding. Brand
Prism ini sebenarnya lebih banyak digunakan untuk korporasi-korporasi besar,
sebagai titik awal dalam mengembangkan strategi branding serta strategi
komunikasi yang tepat, namun, framework ini juga bisa dipakai untuk
membangun brand individual.
Tips yang bisa dipakai untuk membangun Personal Brand:
- Perlakukan diri kita seperti sebuah brand, setelah menganalisa diri sendiri, matangkan visi dan goals dengan framework Brand Prism, dan jaga mati-matian reputasi atau brand identity yang terefleksi menjadi brand image. Karena membangun reputasi itu sulit, tapi reputasi tersebut bisa hancur dalam 1 detik jika kita melakukan kesalahan fatal.
- Audit kembali semua channel online yang dimiliki: jangan sampai ada kata-kata tidak pantas, atau isi dari post kita di social media hanya berisi keluhan.
- Gunakan medium gratis seperti blog atau linkedin untuk membangun reputasi online.
- Naikkan terus value personal brand kita, dengan tambahan training dan skills yang lain.
- Selalu hati-hati dengan apa yang akan kita post, jangan ikut-ikutan menyebarkan hoax.
- Asosiasikan dirimu dengan brand yang sudah established, atau kalau bisa brand global seperti Nike, Starbucks, Adidas, Toyota, dll. Ini akan meningkatkan value dari personal brand yang akan dibangun.
- Terus melakukan reinvent, untuk membuat personal brand kita selalu relevan dengan situasi terkini, jadi selalu terlihat fresh.
Beberapa contoh tokoh yang sukses melakukan personal branding yang bisa
dijadikan inspirasi dalam mem-branding diri kita sendiri antara lain:
1 komentar
Artikel yang menarik
BalasHapus