Newsweek versi
cetak ditutup.
Kematian media
cetak mungkin sudah diprediksi oleh banyak orang dengan semakin berkembangnya
majalah atau koran berbasis internet. Tetapi tetap saja berita ditutupnya
sebuah media terkemuka, dengan cover majalah yang menjadi icon dunia, terasa
mengagetkan.
Sejak kertas
ditemukan di China ribuan tahun yang lalu dan Johan Guttenberg menemukan mesin
cetak tahun 1455 dan majalah pertama terbit tahun 1663, media cetak menjadi
favorit manusia untuk menyampaikan pesan dari satu manusia ke manusia yang
lain.
Namun dalam
perkembangannya, jumlah media cetak meledak, tak terkontrol. Masing-masing
segmen umat manusia sepertinya memiliki majalah. Di Amerika, Newsweek harus
bersaing dengan 10,000 majalah dengan hanya 2,000 di antaranya yang
memiliki sirkulasi yang signifikan. Di Indonesia sebanyak kurang lebih 256
majalah resmi yang kira-kira tercatat, dengan hanya segelintir majalah yang
mungkin memiliki oplah yang memadai untuk menunjang hidupnya.
Yang menjadi
masalah adalah semuanya hidup dari iklan, dan jumlah pengiklan sangatlah
terbatas dengan kompetisi ketat dari media lainnya. Apalagi di era internet dan
mobility, hidup manusia semakin jauh dari kertas, baca majalah tinggal buka
businessweek.com, fastcompany.com, tempo, time, dll via iPad atau smartphone
tanpa harus membeli edisi cetaknya yang merepotkan. Di launching iPad Mini
terbaru, Apple bahkan mengumumkan telah memiliki 1.500.000 judul buku di
iBookstore. Keberadaan media cetak semakin terdesak.
Ini belum bicara
perhatian konsumen, dengan bombardir pesan yang menurut studi Fortune Magazine sekitar
300 pesan per hari atau 109,500 pesan dalam setahun, perhatian konsumen
terhadap pesan yang disampaikan menjadi sebuah barang langka.
The surplus
economy tidak hanya terjadi di majalah, juga terjadi di banyak sisi kehidupan
manusia yang lain. Jumlah tenaga kerja yang semakin banyak memasuki pasar,
jumlah produk yang dilaunch setiap tahunnya semain bertambah. Sony pernah
meluncurkan 5,000 produk baru dalam setahun, P&G memiliki jumlah scientist
melebihi total ilmuwan di seluruh Harvard, MIT, dan Berkeley.
Di era dengan
hypercompetition seperti sekarang, brand management menjadi penting. Memiliki
identitas yang unik dan beda dengan yang lain menjadi salah satu jalan keluar
dari terkaman begitu banyak pesaing. Kalau brand kita dipersepsi sama saja
dengan yang lain, itu adalah tanda-tanda kematian yang sudah semakin dekat.
- 23.46
- 0 Comments