Behind Fashion Glamour World Part 2: Don't take it for granted

03.20

HIDDEN RISK IN FASHION INDUSTRY: DON'T TAKE IT FOR GRANTED


Fashion Industry, seperti industri yang lain juga memiliki risiko-risiko tersembunyi yang juga harus dimanage dengan baik. Risiko-risiko yang berhubungan dengan bisnis ini jika tidak dikendalikan dan diantisipasi dengan benar akan berbahaya bagi kelangsungan hidup perusahaan.


1. CASH FLOW

Cash Flow menjadi isu utama di dunia fashion, banyak teman-teman yang sudah bertumbangan karena tidak mampu mengelola cash flow-nya dengan baik. Beberapa waktu lalu di harian Kompas, seorang fashion designer senior di ibukota berkata bahwa pilihan untuk eksis di industri yang bernilai miliaran dolar ini di Indonesia ada beberapa: satu bermain di koleksi custom made (made-by-order) atau bermain retail.

Kedua pilihan tersebut tentu saja memiliki risiko masing-masing. Bermain di arena made-by-order memang risikonya lebih sedikit dibandingkan terjun ke retail fashion. Jika terjun ke retail fashion, masalah kemampuan manajerial menjadi tantangan utama karena tidak semua desainer mampu membayar manajer profesional untuk menjalankan bisnis retail yang rumit.

Masalah capital/modal juga menjadi tantangan yang tak kalah 'menegangkan' karena bagi pemula akses terhadap modal menjadi satu tantangan tersendiri. Jika orang tuanya cukup mampu, tentu bisa mengharapkan bantuan orang tua untuk modal awal, tetapi jika orang tua tidak bisa mensupport tentu butuh bantuan perbankan atau investor lain untuk mengembangkan perusahaan. Dan ini juga tidak mudah karena tergantung konsep yang akan kita jalankan, jika konsep kita mampu membuat disruption atau konsep yang luar biasa brilian di industri fashion, dan menjanjikan keuntungan, tentu saja akan ada banyak investor yang akan tertarik.


2. PRODUKSI

Produksi ini juga salah satu risiko yang harus dimanage oleh pelaku industri fashion. Dari pengalaman brand-brand besar seperti Benetton, Mark & Spencer, dll maupun pemula-pemula seperti beberapa brand hijab lokal, produksi ini bisa menjadi batu sandungan yang serius.

Ketika produksi lancar tentu saja cash flow dan level penjualan juga sangat lancar. Nah bahaya mengintai ketika kita menganggap faktor ini taken for granted atau 'faktor yang sudah pasti berjalan'. Karena begitu produksi ini ngadat, maka seluruh perusahaan akan terkena dampaknya.

Risk Management/Manajemen Risiko terhadap produksi bisa dilakukan dengan jalan mencari alternatif tempat produksi yang bsia diandalkan, jadi ketika satu tempat sedang bermasalah, maka dengan cepat kita bisa mengalihkan antrian work-in-process ke tempat produksi yang lain. Hal ini memang tidak mudah karena tempat produksi lain juga tidak semudah itu di switch, dan kadang harus antri untuk diproduksi.

Alternatif risk management lain adalah membuat 2 atau 3 tempat produksi yang bekerja secara paralel. Pilihan ini membutuhkan volume produksi yang sudah besar, karena jika hanya sedikit tentu tidak masuk akal untuk membaginya ke 2/3 tempat produksi yang berbeda.

Intinya adalah risk management terhadap faktor produksi mutlak harus dibuat ketika kita sedang mendirikan start-up di industri fashion. Dengan planning yang baik, risiko yang timbul akan bisa diminimalisir.


3. MARKETING

Faktor Marketing/Branding ini juga satu hal yang tricky, karena tanpa disadari aktivitas branding/marketing ini yang membuat arus pelanggan dan pertumbuhan pelanggan berjalan terus tanpa henti.

Banyak pemula yang tidak menyadari hal ini, dan menganggap enteng dengan misalnya posting sembarangn di media sosial, atau tidak terstruktur faktor promosinya. Misalnya setelah melakukan fashion show, koleksi yang sudah ditampilkan tidak segera dijual. Hal ini membuat sebuah opportunity lost yang kalau dihitung akan sangat signifikan terhadap perkembangan perusahaan.

Risiko dari aktivitas Marketing/Branding yang tidak dieksekusi dengan baik adalah Customer menjadi ‘ilfil –  hilang feeling kalau menggunakan bahasa anak muda’, ujung-ujungnya mereka akan berhenti membeli produk dari kita. Apalagi di industry fashion Muslim yang customer setia saling terhubung satu sama lain melalui internet/media social/email/message dll. Satu kabar buruk dari brand akan tersebar ke banyak customer yang lain.

Faktor Marketing ini memang rumit karena membutuhkan knowledge/know-how yang cukup untuk membuat rencana/planning dan eksekusinya. Tulisan ini mungkin tidak cukup untuk membahas hal tersebut lebih detail lagi, tetapi satu hal yang patut dicermati adalah di era kompetisi yang tajam seperti saat ini, Reactive Marketing/Day-to-Day Marketing menjadi taktik yang harus dipertimbangkan supaya brand kita tetap relevan setiap harinya dan menancap di benak konsumen.

You Might Also Like

0 komentar